Tidak mempermasalahkan latar
belakang agama atau budaya, yang saya pikirkan khususnya bagaimana cara kita
berpakaian yang rapi dan sopan. Perbedaan agama dan latar budaya yang beragam
khususnya di Indonesia, membuat cara berpakaian kita sangat heterogen. Ditambah,
dengan masuknya budaya luar yang entah kenapa sangat digandrungi oleh banyak
kalangan (yang saya perhatikan loh).
Indonesia, sebagai negeri timur,
pada awalnya sangat memperhatikan tata cara berpakaian yang sopan, ini
mengesampingkan budaya budaya tertentu atau daerah tertentu yang masih memegang
tradisi kebudayaannya. Namun, seiring zaman bergulir, tata cara berpakaian kita
mulai beragam, karena pengaruh budaya luar dan perkembangan zaman itu tadi.
Papua contohnya, Koteka pasti
kita sering mendengar kata itu. Pakaian asli orang Papua ini, sempat
menimbulkan kontroversial beberapa tahun lalu. Tradisi berpakaian ala Koteka
yang digunakan oleh orang pedalaman Papua, dianggap tidak layak dan tidak
bermartabat. Tetapi, dari sisi orang Papua, koteka adalah pakaian resmi orang
Papua. Segala macam cara dilakukan untk memberantas Koteka di Papua,khususnya
di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya.
Secara bertahap, sosialisasi
mengenai gerakan pemberantasan koteka pun mulai digalakkan. Gubernur Frans
Kasiepo (1964-1973) mulai menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai pakaian
yang sehat, sopan, dan bermartabat. Kemudian dilanjutkan dengan kampanye
antikoteka oleh Gubernur Soetran.
Sosialiasi dilanjutkan Acub Zainal, Busiri Suryowironoto, dan Gubernur Isaac Hindom. Pada masa pemerintahan Gubernur Barnabas Suebu (1988-1993) dan Yacob Pattipi (1993-1998) mulai dilakukan kampanye antikoteka di Pegunungan Tengah. Puluhan ton pakaian dijatuhkan di beberapa kecamatan dan kampung-kampung di Pegunungan Tengah yang merupakan basis koteka.
Sosialiasi dilanjutkan Acub Zainal, Busiri Suryowironoto, dan Gubernur Isaac Hindom. Pada masa pemerintahan Gubernur Barnabas Suebu (1988-1993) dan Yacob Pattipi (1993-1998) mulai dilakukan kampanye antikoteka di Pegunungan Tengah. Puluhan ton pakaian dijatuhkan di beberapa kecamatan dan kampung-kampung di Pegunungan Tengah yang merupakan basis koteka.
Tetapi, kampanye antikoteka
dengan cara itu tidak banyak membantu masyarakat koteka. Satu dua potong
pakaian yang dibagi kepada masyarakat tidak bertahan lama. Pakaian itu
dikenakan terus siang-malam, dan tidak dicuci sampai hancur di badan. Pada
tahun 1980-an ketika ratusan manusia koteka datang dari distrik terpencil ke
Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, serta-merta mereka melihat kemajuan di
kota itu. Para manusia koteka pun berusaha menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang ada. Secara bertahap mereka tidak lagi memakai koteka duduk
di dalam angkutan umum, bergabung dengan warga pendatang di dalam angkutan.
Penasihat Dewan Adat Papua,
Ramses Ohee, mengemukakan, tidak semua budaya dan tradisi asli Papua harus
dipertahankan. Budaya dan tradisi yang dinilai sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman, menghambat pembangunan, dan bertentangan dengan nilai
moral, agama, kesopanan dan kehidupan sosial masyarakat hendaknya diperbarui.
Pakaian lazimnya adalah yang
menutup tubuh kita dari kepala hingga ujung kaki. Dengan pakaian kita bisa
mencerminkan siapa diri kita. Fungsi dari pakaian salah satunya untuk menunjang
tinggi kesusilaan, memenuhi kebutuhan kesehatan, dan memenuhi kebutuhan
keindahan.
Berpakaian sopan dan rapi tidak
berarti menjadikan kita berpenampilan kuno atau ketinggalan zaman. Berpakaian sopan
artinya tidak memperlihatkan tubuh kita kepada orang lain. Cara kita berpakaian menginformasikan kepada
orang lain bagaimana seharusnya mereka memperlakukan kita, apakah dihormati
atau dijahili.
Sekarang tergantung kita sendiri
mau orang lain memandang kita seperti apa?? Just be your self.
Salam, tya sinor ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar